Tuesday, January 10, 2012

ISTIGHFAR

Istighfar, Satu Kebutuhan
"Maka aku katakan kepada mereka:"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun". Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan ( pula didalamnya ) untukmu sungai-sungai."(Q.S.Nuh:10-12)


Penjelasan:
Semenjak kekuasaan Islam mulai luruh dari permukaan bumi dan kekuatan Barat mulai mencengkeramkan kuku-kukunya, maka tak ayal lagi akhlak manusiapun menjadi kian terpuruk.
Moral dan etika menjadi sesuatu yang "usang" untuk dibicarakan, nafsu menjadi standar baku untuk mengukur nilai-nilai kehidupan, dan syahwat adalah sesuatu yang senantiasa dipuja-puja dengan dalih ia adalah seni, estetika atau yang lainnya. Akibatnya duniapun semakin kelam dan kotor, sehingga hampir tak ada sejengkalpun tanah dibumi ini kecuali sarat dengan debu-debu kemaksiatan. Contoh yang mudah, manakala anda pergi kemasjid, maka mau tak mau anda harus melewati sekian banyak kemaksiatan. Bukankah sepanjang perjalanan banyak wanita berseliweran dengan pakaian menantang ?
Atau rumah kita, bukankah selalu dibanjiri tayangan porno dan dentum musik syaitani ? contoh yang lain masih banyak lagi. Kesemuanya ini tentunya menjadikan diri kita lekat dengan dosa dan kemaksiatan. Disinilah seharusnya kita menyadari bahwa istighfar adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi untuk menghindari pekatnya hati dari selubung dosa.

URGENSI ISTIGHFAR
Terkadang kata "istighfar" disebut sendirian, tapi terkadang pula ia disebut secara bersambungan dengan kata "taubat".Kata istighfar bila ia disebut sendirian, ia mengandung makna taubat. Namun bila disebut secara bersamaan dalam satu ayat, maka istighfar bermakna "meminta pengampunan/ penjagaan dari kesalahan-kesalahannya yang telah lampau". Sedangkan kata taubat berarti "Kembali kejalan Allah dan minta dijaga dari kesalahan-kesalahan yang akan datang". Firman Allah S.W.T : "Dan beristighfarlah kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih".( Madarijus Salikin : 1/335 ).
Seberapa jauh urgensi istighfar dalam kehidupan, dapat terlihat dari seberapa besar perhatian Rasulullah S.a.w terhadap masalah ini. Adalah beliau S.a.w manusia yang makshum ( terjaga dari dosa ), meski demikian beliau tetap akrab dengan kalimat istighfar. Ibnu Umar r.a pernah memberi kesaksian bahwa beliau mendengar Rasulullah S.a.w dalam suatu majlis membaca kalimat ( yang artinya ); "Saya memohon ampun kepada Allah yang tidak ada sembahan selain Dia. Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya sebanyak seratus kali." ( H.R.Nasa`i,Ibnu Hajar berkata:"sanadnya baik" ).
KITA HARI INI. Kalau para sahabat yang kondisinya jauh dari polusi kemaksiatan dan hari-harinya senantiasa dipenuhi dengan amal kebajikan saja tetap tanggap, serius dan kontinyu dengan istighfar, maka bagaimanakah dengan kita hari ini ?
Hari ini kita, kalau boleh dikatakan adalah orang-orang yang melalaikan istighfar. Padahal kalau melihat kondisi yang ada selayaknyalah kita lebih banyak membutuhkan istighfar, sebab tensi kemaksiatan hari ini sangat jauh berlipat ketimbang zaman para sahabat.
Bukankah berbohong, ghibah, mengurangi timbangan, zina dan segudang dosa-dosa besar sudah menjadi barang biasa bagi masyarakat kita ? Dan ironisnya dosa-dosa itu kita anggap sebagai angin lalu seakan tidak membahayakan kita.
Maka sudah saatnyalah kita merenung ulang terhadap kiri kita, sudahkah ada dalam diri kita perasaan perlu terhadap istighfar sehingga secara otomatis kalimat kalimat-kalimat istighfar itu sering mengalir dari mulut dan hati kita.

CUKUPKAH UCAPAN ISTIGHFAR SAJA
Sebagaimana kita ketahui bahwa dosa itu dikategorikan dalam dua jenis, yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa kecil akan hapus bila kita berucap istighfar dan berbuat kebajikan. Adapun jika yang kita lakukan termasuk dalam kategori dosa besar, maka ucapan istighfar tanpa disertai dengan rasa penyesalan dan upaya melepaskan diri dari kemaksiatan adalah gurauan belaka.Padahal ulama telah memberitahukan bahwa taubat itu baru bernilai jika telah memenuhi beberapa syarat, yaitu;
1. Segera menghentikan kemaksiatan yang dikerjakannya.
2. Menyesal atas perbuatan dosa yang dilakukannya. Biasanya ditandai dengan airmata penyesalan.
3. Berniat sungguh-sungguh untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya tersebut.
4. Jika dosanya berkaitan dengan hak-hak adami maka ia harus mengembalikan hak orang yang telah didholiminya. ( Riyadhus sholihin:25 )
Tanpa itu semua maka taubat kita baru sebatas omongan belaka, tanpa bukti. Wallahu a`lam.

Referensi:
Ibnu Qoyyim, Madarijus Salikin; Ibnu Hajar, Fathul Bari; Qurtubi, Al Jami`li Ahkamil Qur`an: Salman bin Umar, Istighfar Ahammiyatuhu wa hajatuna ilaihi

Wednesday, January 4, 2012

Hiasi Diri dengan Sifat Tawadhu’


Jika Anda belum atau mungkin kurang mengerti mengenai apa itu Tawadhu’ serta bagaimana cara menghiasi diri dengan tawadhu’ simak artikel berikut ini untuk memperjelas pemahaman Anda mengenai Tawadhu’. Selamat menyimak :)
Tawadhu’ adalah sifat yang amat mulia, namun sedikit orang yang memilikinya. Ketika orang sudah memiliki gelar yang mentereng, berilmu tinggi, memiliki harta yang mulia, sedikit yang memiliki sifat kerendahan hati, alias tawadhu’. Padahal kita seharusnya seperti ilmu padi, yaitu “kian berisi, kian merunduk”.

Memahami Tawadhu’
Tawadhu’ adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299). Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341)

Keutamaan Sifat Tawadhu’
Pertama: Sebab mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)

Tawadhu’ juga merupakan akhlak mulia dari para nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam. Lihatlah Nabi Musa ‘alaihis salam melakukan pekerjaan rendahan, memantu memberi minum pada hewan ternak dalam rangka menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah tua renta. Lihat pula Nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Nabi Zakariya dulunya seorang tukang kayu. Sifat tawadhu’ Nabi Isa ditunjukkan dalam perkataannya,

وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا

“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam: 32). Lihatlah sifat mulia para nabi tersebut. Karena sifat tawadhu’, mereka menjadi mulia di dunia dan di akhirat.

Kedua: Sebab adil, disayangi, dicintai di tengah-tengah manusia.
Orang tentu saja akan semakin menyayangi orang yang rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Itulah yang terdapat pada sisi Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR. Muslim no. 2865).

Mencontoh Sifat Tawadhu’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)

Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih memberi salam pada anak kecil dan yang lebih rendah kedudukan di bawah beliau. Anas berkata,

أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يزور الأنصار ويسلم على صبيانهم ويمسح رؤوسهم

“Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berkunjung ke orang-orang Anshor. Lantas beliau memberi salam kepada anak kecil mereka dan mengusap kepala mereka.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 459. Sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth) Subhanallah … Ini sifat yang sungguh mulia yang jarang kita temukan saat ini. Sangat sedikit orang yang mau memberi salam kepada orang yang lebih rendah derajatnya dari dirinya. Boleh jadi orang tersebut lebih mulia di sisi Allah karena takwa yang ia miliki.

Coba lihat lagi bagaimana keseharian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya. Beliau membantu istrinya. Bahkan jika sendalnya putus atau bajunya sobek, beliau menjahit dan memperbaikinya sendiri. Ini beliau lakukan di balik kesibukan beliau untuk berdakwah dan mengurus umat.

عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: “مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ”

Urwah bertanya kepada ‘Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.” (HR. Ahmad 6: 167 dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 5676. Sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth). Lihatlah beda dengan kita yang lebih senang menunggu istri untuk memperbaiki atau memerintahkan pembantu untuk mengerjakannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa rasa malu membantu pekerjaan istrinya. ‘Aisyah pernah ditanya tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di rumah. Lalu ‘Aisyah menjawab,

كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

“Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari no. 676). Beda dengan kita yang mungkin agak sungkan membersihkan popok anak, menemani anak ketika istri sibuk di dapur, atau mungkin membantu mencuci pakaian.

Nasehat Para Ulama Tentang Tawadhu’

قال الحسن رحمه الله: هل تدرون ما التواضع؟ التواضع: أن تخرج من منزلك فلا تلقى مسلماً إلا رأيت له عليك فضلاً .

Al Hasan Al Bashri berkata, “Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ adalah engkau keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang muslim. Kemudian engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu.”

يقول الشافعي: « أرفع الناس قدرا : من لا يرى قدره ، وأكبر الناس فضلا : من لا يرى فضله »

Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 304)

يقول بشر بن الحارث: “ما رأيتُ أحسنَ من غنيّ جالسٍ بين يدَي فقير”.

Basyr bin Al Harits berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang duduk di tengah-tengah orang fakir.” Yang bisa melakukan demikian tentu yang memiliki sifat tawadhu’.

قال عبد الله بن المبارك: “رأسُ التواضعِ أن تضَع نفسَك عند من هو دونك في نعمةِ الله حتى تعلِمَه أن ليس لك بدنياك عليه فضل [أخرجه البيهقي في الشعب (6/298)].

‘Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 298)

قال سفيان بن عيينة: من كانت معصيته في شهوة فارج له التوبة فإن آدم عليه السلام عصى مشتهياً فاستغفر فغفر له، فإذا كانت معصيته من كبر فاخش عليه اللعنة. فإن إبليس عصى مستكبراً فلعن.

Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Siapa yang maksiatnya karena syahwat, maka taubat akan membebaskan dirinya. Buktinya saja Nabi Adam ‘alaihis salam bermaksiat karena nafsu syahwatnya, lalu ia bersitighfar (memohon ampun pada Allah), Allah pun akhirnya mengampuninya. Namun, jika siapa yang maksiatnya karena sifat sombong (lawan dari tawadhu’), khawatirlah karena laknat Allah akan menimpanya. Ingatlah bahwa Iblis itu bermaksiat karena sombong (takabbur), lantas Allah pun melaknatnya.”

قال أبو بكر الصديق: وجدنا الكرم في التقوى ، والغنى في اليقين ، والشرف في التواضع.

Abu Bakr Ash Shiddiq berkata, “Kami dapati kemuliaan itu datang dari sifat takwa, qona’ah (merasa cukup) muncul karena yakin (pada apa yang ada di sisi Allah), kedudukan mulia didapati dari sifat tawadhu’.”

قال عروة بن الورد :التواضع أحد مصائد الشرف، وكل نعمة محسود عليها إلا التواضع.

‘Urwah bin Al Warid berkata, “Tawadhu’ adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang merasa iri kecuali pada sifat tawadhu’.”

قال يحيى بن معين :ما رأيت مثل أحمد بن حنبل!! صحبناه خمسين سنة ما افتخر علينا بشيء مما كان عليه من الصلاح والخير

Yahya bin Ma’in berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang semisal Imam Ahmad! Aku telah bersahabat dengan beliau selama 50 tahun, namun beliau sama sekali tidak pernah menyombongkan diri terhadap kebaikan yang ia miliki.”

قال زياد النمري :الزاهد بغير تواضع .. كالشجرة التي لا تثمر

Ziyad An Numari berkata, “Orang yang zuhud namun tidak memiliki sifat tawadhu adalah seperti pohon yang tidak berbuah.”[1]

Ya Allah, muliakanlah kami dengan sifat tawadhu’ dan jauhkanlah kami dari sifat sombong.

اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ

“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)” (HR. Muslim no. 771).

Wallahu waliyyut taufiq.

PernikMuslim Bilik Kata » Artikel Islam

Sumber: www.muslim.or.id

Monday, January 2, 2012

CEK SEKARANG JUGA !



JANGAN TUNGGU ANDA MENGETAHUI PENYAKIT ANDA DARI DOKTER ANDA, KARENA ITU BERARTI ANDA TELAH SAKIT.

SEGERA CEK KONDISI TUBUH ANDA SEKARANG JUGA !



Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat anda, perusahaan ataupun tempat lainnya sesuai keinginan anda.

Biaya pemeriksaan : hanya 25k

Marketing Fees menarik bagi siapa saja yang mengajak atau mengadakan pemeriksaan / cek kesehatan menggunakan alat kami.

Untuk dapat melakukan tes atau pemeriksaan anda dapat langsung menghubungi :

Indra
Alamat : jl. Dalang No. 36 Munjul Cipayung Jakarta Timur
Telp : 021-84596379 atau 021- 94787755
Email : windigo_2000@yahoo.com

Fitur analisa resonansi magnetik Quantum

Fitur analisa resonansi magnetik Quantum

1, Profesional
Berdasarkan studi pada seratus juta kasus klinis selama bertahun-tahun, sejumlah ahli medis dan komputer kuantum menemukan pemantau kesehatan.

2. Komprehensif
Kuantum kesehatan alat diagnostik dapat melakukan pemeriksaan yang komprehensif untuk tubuh manusia sebanyak 23 laporan.
3. Akurat
Analisis statistik kesehatan dilakukan secara ketat dengan menggunakan metode ilmiah dan disetujui oleh sejumlah besar praktek klinis. Tingkat akurasi produk kesehatan ini dapat mencapai hingga 85%.

4.
Deteksi dini
Alat terapi kami dapat mendeteksi perubahan kesehatan sebelum gejala yang jelas dan tanda-tanda dari penyakit muncul. Deteksi dini akan membuat untuk pengobatan dini.

5. Sederhana
Pengoperasian alat-alat kesehatan ini cukup mudah. Pengguna dapat menguasai teknik-teknik mendeteksi setelah pelatihan jangka pendek.

6. Nyaman
Melalui menggunakan alat kesehatan, pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Ini akan menghemat waktu bagi pasien.

7. Ekonomis
Biaya pengujian adalah cukup masuk akal, dapat diterima untuk konsumen rata-rata.

8. Aman
Pemeriksaan kesehatan dilakukan dengan cara non-invasif, sehingga instrumen tidak akan membahayakan tubuh manusia.