Dalam bingkai rumah tangga, 
pasangan suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Suami
 sebagai pemimpin, berkewajiban menjaga istri dan anak-anaknya baik 
dalam urusan agama atau dunianya, menafkahi mereka dengan memenuhi 
kebutuhan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya.
Tanggungjawab suami yang tidak ringan diatas diimbangi dengan 
ketaatan seorang istri pada suaminya. Kewajiban seorang istri dalam 
urusan suaminya setahap setelah kewajiban dalam urusan agamanya. Hak 
suami diatas hak siapapun setelah hak Allah dan Rasul-Nya, termasuk hak 
kedua orang tua. Mentaatinya dalam perkara yang baik menjadi 
tanggungjawab terpenting seorang istri.
Surga atau Neraka Seorang Istri
Ketaatan istri pada suami adalah jaminan surganya. Dari Abu Hurairah 
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan 
shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia
 akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban 
dalam Shahihnya)
Suami adalah surga atau neraka bagi seorang istri. Keridhoan suami 
menjadi keridhoan Allah. Istri yang tidak diridhoi suaminya karena tidak
 taat dikatakan sebagai wanita yang durhaka dan kufur nikmat.
Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda 
bahwa beliau melihat wanita adalah penghuni neraka terbanyak. Seorang 
wanita pun bertanya kepada beliau mengapa demikian? Rasulullah pun 
menjawab bahwa diantarantanya karena wanita banyak yang durhaka kepada 
suaminya. (HR Bukhari Muslim)
Kedudukan Hak Suami
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi 
wa sallam bersabda, “Kalau aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud
 kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan para istri untuk sujud 
kepada suaminya, disebabkan karena Allah telah menetapkan hak bagi para 
suami atas mereka (para istri). (HR Abu Dawud, Tirmidzi, ia berkata, 
“hadis hasan shahih.” Dinyatakan shahih oleh Syaikh Albani)
Hak suami berada diatas hak siapapun manusia termasuk hak kedua orang
 tua. Hak suami bahkan harus didahulukan oleh seorang istri daripada 
ibadah-ibadah yang bersifat sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh bagi 
seorang perempuan berpuasa sementara suaminya ada di rumah kecuali 
dengan izinnya. Dan tidak boleh baginya meminta izin di rumahnya kecuali
 dengan izinnya.” (HR Bukhari Muslim)
Dalam hak berhubungan suami-istri, jika suami mengajaknya untuk berhubungan, maka istri tidak boleh menolaknya.
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur, kemudian si 
istri tidak mendatanginya, dan suami tidur dalam keadaan marah, maka 
para malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR Bukhari Muslim)
Berbakti Kepada Suami
Diantara kewajiban seorang istri atas suaminya juga adalah, hendaknya
 seorang istri benar-benar menjaga amanah suami di rumahnya, baik harta 
suami dan rahasia-rahasianya, begitu juga bersungguhnya-sungguh mengurus
 urusan-urusan rumah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan wanita 
adalahpenanggungjawab di rumah suaminya, dan ia akan dimintai 
pertanggungjawaban.” (HR Bukhari Muslim)
Syaikhul Islam berkata, “Firman Allah, “Sebab itu maka wanita yang 
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya 
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisa 
[4]: 34)
Ayat ini menunjukkan wajibnya seorang istri taat pada suami dalam hal
 berbakti kepadanya, ketika bepergian bersamanya dan lain-lain. 
Sebagaimana juga hal ini diterangkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu
 ‘alaihi wa sallam. (Lihat Majmu Al Fatawa 32/260-261 via Tanbihat, hal.
 94, DR Shaleh Al Fauzan)
Berkhidmat kepada suami dengan melayaninya dalam segala 
kebutuhan-kebutuhannya adalah diantara tugas seorang istri. Bukan 
sebaliknya, istri yang malah dilayani oleh suami. Hal ini didukung oleh 
firman Allah, “Dan laki-laki itu adalah pemimpin bagi wanita.” (QS. An 
Nisa [4]: 34)
Ibnul Qayyim berdalil dengan ayat diatas, jika suami menjadi pelayan 
bagi istrinya, dalam memasak, mencuci, mengurus rumah dan lain-lain, 
maka itu termasuk perbuatan munkar. Karena berarti dengan demikian sang 
suami tidak lagi menjadi pemimpin. Justru karena tugas-tugas istri dalam
 melayani suami lah, Allah pun mewajibkan para suami untuk menafkahi 
istri dengan memberinya makan, pakaian dan tempat tinggal. (Lihat Zaad 
Al-Ma’aad 5/188-199 via Tanbihat, hal. 95, DR Shaleh Al Fauzan)
Bukan juga sebaliknya, istri yang malah menafkahi suami dengan bekerja di luar rumah untuk kebutuhan rumah tangga.
Tidak Keluar Rumah Kecuali Dengan Izin Suami
Seorang istri juga tidak boleh keluar rumah kecuali dengan izin 
suami. Karena tempat asal wanita itu di rumah. Sebagaimana firman Allah,
 “Dan tinggal-lah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian.” (QS. Al 
Ahzab [33]: 33)
Ibnu Katsir berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa wanita tidak boleh 
keluar rumah kecuali ada kebutuhan.” (Tafsir Al Quran Al Adzim 6/408). 
Dengan demikian, wanita tidak boleh keluar rumah melainkan untuk urusan 
yang penting atau termasuk kebutuhan seperti memasak dan lain-lain. Jika
 bukan urusan tersebut, maka seorang istri tidak boleh keluar rumah 
melainkan dengan izin suaminya.
Syaikhul Islam berkata, “Tidak halal bagi seorang wanita keluar rumah
 tanpa izin suaminya, jika ia keluar rumah tanpa izin suaminya, berarti 
ia telah berbuat nusyuz (durhaka), bermaksiat kepada Allah dan 
Rasul-Nya, serta layak mendapat hukuman.”
Penutup
Semua ketentuan yang telah Allah tetapkan di atas sama sekali bukan 
bertujuan membatasi ruang gerak para wanita, merendahkan harkat dan 
martabatnya, sebagaimana yang didengungkan oleh orang-orang kafir 
tentang ajaran Islam. Semua itu adalah syariat Allah yang sarat dengan 
hikmah. Dan hikmah dari melaksanakan dengan tulus semua ketetapan Allah 
di atas adalah berlangsungnya bahtera rumah tangga yang harmonis dan 
penuh dengan kenyamanan. Ketaatan pada suami pun dibatasi dalam perkara 
yang baik saja dan sesuai dengan kemampuan. Mudah-mudahan Allah 
mengaruniakan kepada kita semua keluarga yang barakah.***Wallahu ‘alam.
Penulis : Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc
Courtesy : Muslim.Or.Id
 
 
No comments:
Post a Comment