Ada beberapa syarat yang menyebabkan seseorang dianjurkan untuk 
berqurban, terserah dari yang memandang berqurban itu wajib ataukah 
sunnah. Dalam bahasan ini akan dibahas pula apakah musafir itu boleh 
berqurban dan apakah qurbannya sah. Contoh musafir di sini adalah orang 
yang sedang menunaikan haji. Di tanah haram ia punya kewajiban hadyu 
jika mengambil manasik tamattu’ atau qiron, lalu apakah ia dianjurkan 
pula untuk berqurban di negerinya?
Jika udhiyah (qurban) itu diwajibkan karena nadzar seseorang, maka 
syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat nadzar, yaitu islam, 
baligh, berakal, merdeka dan atas pilihan sendiri.[1]
Jika udhiyah itu wajib menurut syar’i atau sunnah sebagaimana pendapat jumhur, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:
Pertama: Muslim. Orang kafir tidak diwajibkan atau tidak disunnahkan 
untuk berqurban karena qurban adalah bentuk qurbah (pendekatan diri pada
 Allah). Sedangkan orang kafir bukanlah ahlul qurbah.
Kedua: Orang yang bermukim. Musafir tidaklah wajib untuk berqurban.  
Syarat ini dikenakan bagi yang menyatakan bahwa berqurban itu wajib. 
Karena qurban tidak diambil dari seluruh harta atau dilakukan setiap 
saat, namun dilakukan dengan hewan tertentu dan waktu tertentu. 
Sedangkan musafir tidak berada di setiap tempat dan tidak berada pada 
pelaksanaan qurban. Seandainya kita mewajibkan pada musafir, maka ia 
harus membawa hewan qurbannya saat ia bersafar. Dan tentu ini adalah 
suatu kesulitan atau bisa jadi pula ia harus meninggalkan safar sehingga
 jadilah ada dampak jelek untuk dirinya.
Namun bagi yang tidak mengatakan wajib, tidak berlaku syarat ini. 
Karena kalau disyaratkan, maka itu jadi beban. Artinya, boleh saja 
qurban dilakukan oleh seorang musafir semisal ketika berhaji dia 
meninggalkan negerinya, namun pun ia ikut menunaikan udhiyah atau 
qurban. Bahkan ada dalil yang mendukung hal ini,
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه 
وسلم – دَخَلَ عَلَيْهَا وَحَاضَتْ بِسَرِفَ ، قَبْلَ أَنْ تَدْخُلَ 
مَكَّةَ وَهْىَ تَبْكِى فَقَالَ « مَا لَكِ أَنَفِسْتِ » . قَالَتْ نَعَمْ .
 قَالَ « إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ ، 
فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ » . 
فَلَمَّا كُنَّا بِمِنًى أُتِيتُ بِلَحْمِ بَقَرٍ ، فَقُلْتُ مَا هَذَا 
قَالُوا ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ أَزْوَاجِهِ 
بِالْبَقَرِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi
 wa sallam pernah menemuinya dan ia dalam keadaan haid di Sarif sebelum 
ia memasuki Makkah dan ia dalam keadaan menangis. Lalu beliau berkata 
pada ‘Aisyah, “Ada apa engkau, apakah engkau sedang haid?” ‘Aisyah 
menjawab, “Iya.” Beliau bersabda, “Ini adalah sesuatu yang telah 
ditetapkan oleh Allah pada wanita. Lakukanlah seperti yang dilakukan 
orang yang berhaji selain melakukan thowaf di Baitul Haram.” Ketika kami
 sedang di Mina, aku pernah diberi daging sapi. Lalu aku berkata, “Apa 
ini?” Mereka (para sahabat) berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa 
sallam berqurban untuk istri-istrinya dengan sapi.”[2]
Inilah dalil atau alasan Imam Syafi’i di mana beliau menyatakan bahwa
 hukum qurban itu sunnah bagi setiap orang, termasuk bagi yang sedang 
berhaji di Mina dan saat itu dalam keadaan bersafar.[3]
Begitu pula dalil lainnya,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه 
وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ 
سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Kami dahulu pernah bersama Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu safar. Lalu tiba Idul Adha, 
lantas kami berserikat tujuh orang untuk qurban satu ekor sapi dan 
sepuluh orang untuk qurban satu ekor unta.”[4]
Jadi sah-sah saja berqurban bagi musafir.[5]
Ketiga: Kaya (berkecukupan). Ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa qurban
 itu disunnahkan bagi yang mampu, yaitu yang memiliki harta untuk 
berqurban, lebih dari kebutuhannya di hari Idul Adha, malamnya dan 
selama tiga hari tasyriq juga malam-malamnya.
Keempat: Telah baligh (dewasa) dan berakal. [6]
Demikian syarat berqurban dari sisi orangnya. Moga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal
Courtesy : http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/4058-syarat-berqurban.html
 
 
No comments:
Post a Comment